tirto.id - Pada 7 Juli 2011, kantor Kejaksaan Distrik Changwon, Korea Selatan, menemukan fakta tidak mengenakkan: pada musim 2010-2011 pengaturan skor terjadi dalam 15 pertandingan sepakbola profesional di Korea.
Pada 4 Agustus 2011, ada empat pertandingan tambahan dalam kasus tersebut. Terakhir, dua pertandingan di piala liga yang melibatkan Busan, Gwangju, Daejeon dan Pohang juga telah diatur hasilnya. Dari 21 pertandingan tersebut, 18 pertandingan sukses melakukan pengaturan skor.
Choe Sang-hun, yang sudah menjadi koresponden New York Times sejak 2005, menuliskan analisis atas hal itu untuk New York Times. Ia menjelaskan, pengaturan skor tersebut merupakan hasil atau akumulasi banyak masalah yang sudah berkarat di Korea Selatan: atlet muda sering mendapatkan pelakukan buruk; gaji atlet tak seberapa; penghormatan berlebihan terhadap otoritas; dan budaya korupsi yang dibiarkan.
Menurut Choe, dari semua masalah itu, jumlah gaji yang tak seberapa menjadi alasan utama mengapa pesepakbola di Korea Selatan terpaksa melakukan pengaturan skor. Pasalnya, di Korea saat itu, para pemain inti biasanya hanya mendapatkan gaji 47.000 dolar per tahun. Sementara pemain cadangan hanya mendapatkan bayaran 950 dolar Amerika setiap bulan. Itulah yang memicu pemain-pemain liga profesional di Korea terlibat dalam pengaturan skor.
Pada hari yang sama saat kantor Kejaksaan Distrik Changwong melaporkan adanya pengaturan skor gelombang pertama, 10 orang pemain dan mantan pemain sepakbola profesional Korea ditangkap karena terbukti bersalah. Selain itu, sekitar 1 dari 10 pemain yang terlibat di liga Korea juga diduga terlibat dalam pengaturan skor.
Kejadian itu tentu membuat Korea geger. Reputasi liga Korea tercoreng. Dilansir Korea Herald, Huh Jung-moo, mantan pelatih Korea Selatan dalam Piala Dunia 2010, menyayangkan kejadian itu.
“Sebagai pecinta sepakbola, kami menghadapi masalah yang seharusnya tidak pernah terjadi. Setelah semuanya dibongkar, kami harus memeriksa lagi apakah semuanya sudah benar-benar dibersihkan, sehingga kami dapat mengubah kejadian ini menjadi keuntungan,” ujarnya dengan penuh sesal.
Pernyataan Huh Jung-moo soal menjadikan perilaku memalukan pengaturan skor menjadi keuntungan menarik digarisbawahi. Pasalnya, meski masalah tersebut berhasil diatasi dan dibongkar secara luas, sepakbola Korea ternyata tak belajar dari kejadian itu.
Sampai sekarang, Asosiasi sepak bola Korea Selatan tak mempunyai rencana jangka panjang terhadap liga Korea. Pemain-pemain Korea yang bermain di kompetisi lokal mempunyai kualitas yang njomplang dengan pemain-pemain Korea yang bermain di luar negeri. Imbasnya, timnas Korea Selatan kurang pasokan pemain berbakat; Korea juga kesulitan untuk meraih prestasi di kancah internasional.
Dan jika mereka sampai kalah dari Meksiko pada laga kedua mereka di Piala Dunia 2018 pada Sabtu (23/6/18) ini, catatan buruk mereka di kancah internasional akan semakin menghantui masa depan tim berjuluk Setan Merah itu.
Meringankan Beban Son
The Korea Times menyebut pertandingan Korea Selatan melawan Swedia sebagai the day of destiny. Melalui frase itu, publik sepakbola Korea jelas berharap timnas kebanggaannya mampu meraih kemenangan pada pertandingan pertama di Piala Dunia 2018 tersebut. Sayangnya, pertandingan itu justru berujung permintaan maaf Son Heung-min, penyerang sekaligus bintang utama Korea Selatan. Saat itu Korea Selatan kalah 0-1 dari Swedia.
“Saya masih kecewa dengan penampilan saya dan saya merasa sangat bersalah kepada rekan-rekan saya karena jika kami tak mampu mencetak gol, itu salahku, karena saya merasa bertanggung jawab terhadap semua itu,” ujar Son.
Son, yang bermain di sisi kiri lini serang, memang tampil jelek. Pemain yang berhasil mencetak 12 gol dan mencatatkan 6 assist saat membela Tottenham Hotspur di Premier League musim 2017-2018 itu bahkan tak sekali pun membidikkan bola tepat ke arah gawang Swedia. Padahal Shin Tae-young, pelatih Korea Selatan, sudah menyiapkan tatik yang bisa mendukung penampilannya, yakni pendekatan taktik yang sesuai dengan penampilan Tottenham Hotspur.
Rencana awal Shin memang seperti itu, tetapi keadaan di atas lapangan ternyata sangat bertolak belakang dengan keinginannya. Kecepatan adalah kunci dari permainan Tottenham, tapi Korea bermain sebaliknya. Terus diserang oleh Swedia, Korea hampir tak bisa melakukan serangan balasan. Transisi menyerang mereka begitu lambat, sehingga Son tak mempunyai kesempatan untuk menunjukkan ledakan kecepatannya.
Selain itu, pemain-pemain tengah mereka juga tak berani memainkan bola. Sekali lagi, kejadian itu sangat merugikan Son. Tanpa bantuan dari para pemain tengah Korea Selatan, konsentrasi pemain-pemain bertahan Korea Selatan terus mengarah kepada Son.
Saat menghadapi Meksiko, tim yang lebih tajam dan lebih cepat daripada Swedia, Korea harus melakukan perubahan. Jika tidak, mereka bisa menjadi santapan empuk tim yang dilatih Juan Carlos Osorio tersebut. Perubahan itu bisa dimulai dengan mengubah formasi. Daripada bermain dengan formasi 4-3-3, Korea sebaiknya bermain dengan formasi 4-4-2 saat menghadapi Meksiko.
Dengan formasi tersebut, jika Meksiko kembali bermain dengan formasi 4-2-3-1 seperti saat menghadapi Jerman, lini tengah Korea kemungkinan akan kesulitan mengimbangi lini tengah Meksiko. Pasalnya, mereka akan kalah kuantitas (3 melawan 2). Namun, jika Korea melakukan pendekatan bertahan dan bermain direct dengan formasi itu, mereka bisa mendapatkan keuntungan.
Ki Sung-yueng, yang bermain lebih dalam saat menghadapi Swedia, bisa dimainkan lebih ke depan. Dengan begitu, ia bisa lebih memaksimalkan kemampuannya mendistribusikan bola ke lini depan. Singkat kata, saat Korea melakukan serangan balik cepat, Ki bisa diandalkan sebagai pusat transisi serangan.
Di lini depan, Korea dapat memasangkan Son Heung-min dengan Hwang Hee-Chan. Jika Meksiko kembali memainkan garis pertahanan tinggi seperti saat melawan Jerman di babak pertama, kecepatan keduanya bisa sangat menguntungkan. Terutama Son, pendekatan tersebut juga bisa lebih memaksimalkan kemampuannya. Ia bisa lebih lebih dekat dengan gawang lawan dan bisa langsung berhadapan dengan dua bek tengah Meksiko. Selain itu, dari daerah tengah, kemampuannya dalam menciptakan peluang bisa lebih membahayakan.
Sebagai gantinya, sisi kiri lini serang Korea bisa ditempati Lee Jae-sung. Saat menghadapi Swedia, Lee memang dimainkan sebagai salah satu trio gelandang tengah Korea. Namun, ia adalah pemain serba bisa, dan pemain terbaik liga Korea dalam dua musim tearkahir tersebut juga terbiasa bermain di kedua sisi lapangan timnya.
Formasi 4-3-3 Bisa Menjadi Pilihan Osorio
Meksiko sepertinya akan bermain menyerang saat melawan Korea Selatan. Tidak sulit untuk menduga formasi 4-3-3 akan dipakai Meksiko kali ini.
Di lini belakang, Osori bisa memainkan pemain yang sama saat menghadapi Jerman: Carlos Salcedo, Hugo Ayala, Hector Moreno, serta Jesus Gallardo. Di sektor full-back Carlos Salcedo dan Jesus Gallardo bisa bermain lebih menyerang.
Dengan formasi 4-3-3, berbeda dengan di lini belakang, komposisi lini tengah dan lini depan Meksiko mungkin mengalami sedikit perubahan. Sementara Andreas Guardado bermain sebagai pivot tunggal, Hector Herrera bisa dimainkan lebih ke depan, sebagai gelandang box-to-box, seperti saat bermain bersama Porto. Di samping Herrera, Osorio mempunyai beberapa pilihan. Ia bisa memainkan Carlos Vela atau Marco Fabian.
Jika Osorio memilih memainkan Fabian, ia setidaknya memiliki dua keuntungan. Pertama, Kemampuan Fabian dalam menahan bola bisa menyulitkan Korea Selatan memenangi duel di lini tengah. Kedua, Fabian gemar membantu pertahanan. Itu artinya, saat dia bermain, ia bisa menghambat kinerja Ki Sung-yueng.
Di sektor depan, Osorio mempunyai banyak pilihan, ia bisa memainkan Hirving Lozano, Javier Hernadez, Miguel Layun, Giovani Dos Santos, Carlos Vela, atau Raul Jimenez. Dari semua pilihannya tersebut, apa pun pendekatan yang dilakukan Osorio, Hirving Lozano sepertinya akan mendapatkan satu tempat di lini depan.
Meski berhasil membawa Meksiko mengalahkan Jerman, Juan Carlos Osorio belum berada dalam posisi aman. Ia akan terus diserang oleh media dan publik sepakbola Meksiko karena kebiasaannya mengutak-atik taktik. Namun asalkan Meksiko berhasil kembali menang saat menghadapi Korea Selatan, ia tak akan berubah dan tak akan peduli dengan segala suara sumbang.
“Mereka [pers di Meksiko] tidak akan gembira saat kita menang,” ujar Osorio. “Kita harus menang dan mempermainkan lawan.“
Editor: Aqwam Fiazmi Hanifan